Pages

Langsung ke konten utama

Distorsi Game


Distorsi Game


Pagi itu ia terbangun dengan tergesa-gesa setelah alarm yang ia setel di smartpohenya semalam sebelum terlelap meraung-raung pertanda ia harus segera bergegas. Ia meraba kesekeliling mencari asal bunyi alarm itu, memiringkan badannya untuk meraihnya dan segera mematikannya. Sejenak Ruangan itu kembali tenang terbebas dari polusi suara sebelum suara yang sama akan kembali terdengar dari sumber yang berbeda. Ia memringkan badannya kesisi yang lain, melirik jam dinding yang tergantung diatas pintu sekilas nampak menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Setelah mengucek kedua matanya dan memperhatikan dengan baik jam dinding itu untuk memastikannya. Setelah diingat-ingatnya ia masih memiliki waktu dua puluh lima menit sebelum kelas dimulai. Waktu yang cukup untuknya mandi dan sarapan sebelum masuk kelas. Sudah menjadi kebiasaanya ngopi dan ngerokok sebatang di pagi hari sambil ngobrol ringan dengan temannya, menceritakan kejadian semalam atau ada isu-isu baru yang ia dapat setelah mengecek portal berita online di smartpohenya. Biasanya topik pembicaraannya mengenai game, kuliah, politik, temannya dan tak pernah ketinggalan wanita.
Tapi pagi itu yang mereka perbincangkan adalah game dan kuliah. Setelah semalam ia larut main game hingga hampir melewatkan sepertiga malam. Menunggu Hero baru yang segera hadir, ia mendapat informasi itu dari portal berita online yang ia baca kemarin.

“Aku harus beli Hero baru itu Bung” katanya pada Barra.
Barra nampak kaget dengan apa yang ia katakan, “memangnya ada Hero baru Bung” tanya Barra padanya.
“ia, ada tuh. Kamu ndak baca apa” sambil menghisap rokoknya ia melanjutkan “ada kok beritanya di portal berita online”.
Sebelum meanggapi Barra menyempatkan menyerumput kopinya, “ah aku belum baca tuh, soalnya akhir-akhir ini aku malas main itu”
Mendengar jawaban Barra, ia tersenyum sinis karena biasanya Barra yang paling update soal game itu, “elleeh malas, alasan saja kamu. Paling kamu ndak terima yah aku dapat info updetan terbarunya lebih dulu”
“kau kayak anak kecil saja. Aku sekarang main gamenya yang santai saja”
Ia memotong perkataan Barra sebelum sempat menyelesaikannya, “palingan game lama yang lagi rame dimaini sama anak-anak tuh”
Perbincangan mereka terus berlanjut mengenai game, ia dan Barra memperbincangkan mengapa banyak yang kembali memainkan game lama itu. Dari pendiskusian pagi itu, mereka menarik kesimpulan bahwa mereka ingin mengurangi intensitas main gamenya. Setelah semester kamarin kuliahnya berantakan karna wanita. Mereka yang terlalu asyik dengan junior-junior bahkan mabapun yang belum tau apa-apa juga meraka sikat. Semester kali ini mereka bertekat memperbaikinya.
salah satu potret distorsi game dikalangan milenials
Untuk merubah kebiasaan itu rasanya sesuatu yang sangat sulit bagi mereka wujudkan. Ibarat Iblis kedua kebiasaan itu terus mempengaruhinya, membisiki dikedua telinga mereka dengan iming-iming kepuasan semu. Game mereka jadikan sebagai pelarianya agar tidak lagi larut dengan wanita, ternyata belum mampu sepenuhnya mengubah kebiasaan mereka disemester lalu. Game yang sejatinya hadir sebagai hiburan dikala kita penat dengan segala aktivitas keseharian kita, ternyata telah mengalami pergeseran fungsi seperti yang terjadi saat ini, dimana game telah menyusup dan kemudian menjelma menjadi salah satu aktivitas primer bagi hampir semua kalangan generasi Z.
Sebelum kelas dimulai Barra menyempatkan membuka game onlinenya, memeriksa village dan memasak beberapa pasukan yang akan ia bawa war. Sambil memainkan gamenya Barra tak hentinya mengepulkan asap rokoknya tak lupa sesekali menyeruput kopinya yang mulai dingin. Di depannnya Warra diam-diam mendowload game yang sama dan kembali memainkan akun lamanya setelah beberapa tahun tak ia mainkan. Ia nampaknya kebingungan karena banyak perubahan yang ia dapati. Sebenarnya Warra ingin bertanya Beberapa hal pada Barra mengenai game itu tapi nampaknya ia sungkan.
“ra, kelas sudah mau mulai nih. Ayo kita ke kelas jangan sampai terlambat seperti minggu lalu” kata Barra sambil membuang puntung rokonya lalu mengemasi barangnya kedalam tas kecilnya.
Sebelum sempat memeriksa semua perubahan di game itu Warra pun bergegas,
“oh iya sudah jam sepuluh yah”. Warra menandaskan kopinya dan berdiri sambil membuang puntung rokonya ke tong sampah di sebelahya.
Sebelum sempat melangkahkan kaki, mereka merasakan wajahnya kepanasan dan seseorang terus memanggil nama mereka berdua, kaki mereka pun terasa bergoyang. Suara itu semakin keras dan kaki mereka pun terasa kuat bergoyang. Setelah temannya si Budi dengan jail menggoda pusaka mereka, mereka sontak terbangun dan menyadari wajahnya panas karena sinar matahari yang menerpanya dari jendela yang telah buka oleh si Budi sebelumnya.
“Hai kau berdua” kata Budi
“kau ndak masuk di kelas EP lagi kah? Dosen mu sudah ada dikelas tuh” sebelum sempat berbalik ke kedua temannya.
Budi menambahi “bukannya minggu lalu kau juga ndak masuk gara-gara terlambat”.
Merasa tak ada yang menjawab Budi menengok, ia melihat Warra dan Barra kocar-kacir tanpa sempat membersihkan sisa-sisa war di pinggiran mata mereka apalagi mandi, mereka berlari ke kelas. 

Mahmud Awi.R18

Komentar