Pages

Langsung ke konten utama

Matinya Budaya Literasi Mahasiswa Milenial


Matinya Budaya Literasi Mahasiswa Milenial

sudut kampus paling mengedukasi


Salam Perjuangan
Hidup Mahasiswa!!!

Innalillahi Wainna Ilaihirajiun...
Marilah kita menundukkan kepala sejenak sembari memanjatkan doa untuk mengenang Budaya Literasi yang telah pergi mendahului kita. Yah.. kita mestinya bersedih sebagai Mahasiswa, literasi merupakan sahabat kita sejak dahulu. Ia tak lagi dapat kita temui di kehidupan berkampus hari ini. Ia telah terbunuh oleh sahabatnya sendiri, entah dengan cara apa, tapi telah banyak bukti yang mengarah kesana. Tak perlu orang-orang forensik untuk menjelaskan ihwal kematiannya, kau hanya perlu melihat langsung bangkainya.

Kampus yang sejatinya merupakan jenjang tertinggi dalam dunia pendidikan, telah memberikan ruang kepada Mahasiswa untuk mengekspresikan diri dengan bebas dalam menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Itu merupakan salah satu tujuan pencapaian yang harus dilakukan oleh setiap perguruan tinggi. Karena sudah menjadi tugas dari setiap perguruan tinggi untuk melahirkan orang-orang yang memiliki semangat juang yang tinggi dan militan serta memiliki pemikiran kritis, kreatif, inovatif dan progresif. Mahasiswa dengan sederet titel dan perannya serta taklupa akan kecongkakannya dianggap sebagai figur penting yang bisa memberikan kontribusi nyata terhadap kehidupan sosial. Kekuatannya sebagai seorang elit intelektual dituntut untuk dapat memberikan pemikiran-pemikiran cemerlang yang bisa diaktualisasikan secara real dalam kehidupan nayata. Ide-ide cemerlang sering menjadi ciri khas, sehingga tak salah apabila bangsa ini menyimpan harapan besar dipundak para Mahasiswa sebagai generasi penerus.

Dua penggalang pada paragraf diatas merupakan hal yang bisa saja kita capai sebagai Mahasiswa jika kita tidak terburu-buru membunuh Literasi dikehidupan berkampus, Mahasiswa hari ini yang dengan bangga mengatakan dirinya sebagai generasi milenial, pemuda milenia,  Mahasiswa milenial dan semacamnya tidak ada bedanya dengan kehidupan pada jenjang pendidikan sebelumnya atau pada masa-masa SMA, SMK, dan setingkatnya.

Padahal idealnya kampus harusnya menjadi tempat ilmiah yang sarat dengan pergolakan ide-ide intelektual muda, sudut-sudut kampus dipenenuhi kegiatan-kegiatan literasi, gazebo-gazebo kampus tak cukup menampung mahasiswa yang sedang beradu ide dan gagasan. Mading-mading yang ada di dinding-dinding kampus tumpah ruah oleh tulisan maupun agitasi-agitasi Mahasiswa, perpustakaan-perpustakaan kampus tak pernah sepi oleh intelektual muda yang haus ilmu.

Namun nyatanya tak lagi seperti itu, telah lama ketika predikat kampus sebagai ruang-ruang ilmiah itu menjadi bagian dari masa lalu yang tertulis dalam lembaran-lembaran sejarah kehebatan Mahasiswa pramilenial. Sungguh miris rasanya melihat sudut-sudut kampus hari ini yang dipenuhi anak-anak kuliahan yang tertunduk kaku pada layar smartphonenya, gazebo-gazebo kampus menjadi tempat paling asik bagi milenials muda bercada riang, mading-mading kian membisu hanya dipenuhi pamplet-pamplet kegiatan, perpustakaan kampus menjadi tempat paling sepi dan angker, rak-rak buku lapuk bersama dengan buku-bukunya.

Peranan teknologi dengan semua kemajuannya dalam segala bidang tak dapat dinapikkan lagi, telah banyak membantu kehidupan manusia dalam banyak aspek. Dalam dunia pendidikan pun demikian, semuanya telah terintegrasi dengan teknologi, tak terkecuali perguruan tinggi. Namun jika menelisik lebih dalam pemanfaatan teknologi dalam kehidupan kampus hari ini, masih jauh dari yang kita harapkan khususnya pada kegiatan literasi.
Jika kalian berkesempatan coba crosscheck salah satu atau beberapa smartphone teman anda. Seberapa banyak portal berita onlineyang ia miliki, seberapa banyak E-book yang ia punya, seberapa banyak tulisan yang pernah ia goreskan pada catatannya atau bisa saja hal-hal itu akan sulit atau bahkan tak kau dapatkan. Namun jika kalian cari seberapa banyak aplikasi hiburan yang ia punya baik itu game, media sosial dan aplikasi pendukung lainnya, maka tak akan sulit menemukannya.

Hal yang paling banyak menyita waktu Mahasiswa masa kini atau yang saya maksud anak kuliahan selain tidur dan bercanda riang (baku calla) ialah mengutak atik smartphonenya scroll keatas dan kebawah, sweep ke kanan dan ke kiri, mabar, war dan stalking adalah hal yang tak terelakkan lagi, sudah menjadi tradisi baru dikalangan Mahasiswa dalam kehidupan berkampus. Spam story dan semacamnya akan sangat mudah kau temui dimedia sosial. Yang menjadi pertanyaan hari ini, sadarkah kita akan kegiatan kurang produktif, minim makna sarat kesia-sian seperti itu kita lakukan setiap hari dalam ruang-ruang ilmiah sudut-sudut kampus dan di gazebo-gazebo kampus.

Pada akhirnya kita telah tahu siapa pelaku dari peristiwa pembunuhan kawan kita. Apakah kita masih butuh orang-orang forensik? Saya pikir tidak lagi. Yang perlu kita pikirkan hari ini, bagaimana membangkitkannya kembali dari kematian. R18

Salam Literasi...
Salam Perjuangan!!!

Komentar